Minggu, 29 Januari 2017

Book Review: Dublin by Yuli Pritania

Mulai: 28 Januari 2017
Selesai: 29 Januari 2017
Rating: 4/5

Penerbit: Grasindo
Pengarang: Yuli Pritania
Tebal: 232 halaman
Tanggal terbit: 29 Agustus 2016

Mia salah akan salah satu hal: Dublin tidak seindah yang dia bayangkan.

Dia berharap melihat pegunungan, padang rumut, tebing, kastel, dan jalanan yang dipagari dinding batu seperti yang muncul dalam film-film favoritnya. Yang dia dapatkan adalah gedung-gedung tua berwarna seragam dengan tampilan membosankan, pusat kota yang penuh turis, dan suhu musim semi yang membuat beku.

Lalu dia bertemu Ragga, lelaki dari masa lalunya, yang menunjukkan pada Mia sisi lain dari Dublin, menguak harta karun yang tersembunyi di balik bangunan-bangunannya yang tidak menarik. Dari Sungai Liffey, mereka menjelajahi museum-museum, berbagi sejarah tentang puluhan patung, mengunjungi taman-taman dengan rumpun bunga yang belum mekar, bergabung dengan keriuhan Temple Bar, melewati ratusan pub yang tersebar di seluruh bagian kota, mendaki salah satu tebing Inishmore di Aran Islands demi mengabadikan matahari terbit, hingga menyaksikan matahari tenggelam di Phoenix Park.

Saat kunjungannya menuju akhir, Mia merasa dirinya enggan kembali ke Indonesia. Ke rutinitasnya, skenario filmnya yang tak kunjung usai, dan tunangan yang menunggunya pulang. Sampai dia teringat, bahwa sedari awal, Ragga tidak pernah menjadi pilihan yang dia rencanakan untuk masa depan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"What do you look?"
"A dear friend. A lover. A lifer partner." Ragga menutup mata. Membukanya kembali dua detak jantung kemudian. Gadis itu masih di sana. Sama sekali bukan mimpi seperti yang dia kira. "A future," tambahnya dalam sebuah bisikan. "The person I could spend all of my tomorrows with."
Novel ini menceritakan seorang wanita, Mia, yang setiap tahunnya melakukan Satu Hari Berani sebagai sebuah janji kepada almarhum ayahnya. Dan di tahun ini, berkat ide dari adiknya, Alana, Mia akhirnya pergi ke Irlandia seorang diri untuk mempelajari negara tersebut yang akan digunakan sebagai latar untuk skenarionya. Dalam perjalanannya menuju Irlandia, Mia bertemu Patrick, seorang kakek yang baik hati dan suka menceritakan kisahnya dengan istrinya semasa muda lalu. Berkat Patricklah, Mia menghadapi sebuah takdir yang menunggunya di Dublin, Irlandia.



My Review:

Awalnya saya ga terlalu tertarik untuk membaca salah satu dari seri Love in City, tetapi setelah melihat banyak review bagus untuk novel ini, saya pun memutuskan untuk membelinya.

Novel ini selesai dalam beberapa jam saja hahaha. Sungguh, ketika mulai masuk ke dalam ceritanya, saya semakin penasaran sehingga tanpa sadar sudah mendekati ujung dari cerita. Saya sangat suka tokoh Mia dan Ragga. Apalagi dimulai dari kesamaan hobi mereka dan sifat mereka yang agak mirip satu sama lain.

Sebenarnya ide cerita ini sudah cukup sering dijadikan sebuah cerita novel, tetapi yang ini entah mengapa saya merasa berbeda. Petualangan Mia dan Ragga di Dublin tidak seperti yang diekspektasikan. Sungguh, saya tidak menyangka kalau mereka berdua tahan hidup dalam kepura-puraan. Oh, dan juga those straight questions tetapi setelah dijawab tidak ada aksi lebih lanjut, membuat saya agak gregetan hehe. But overall, this is good.

Penggunaan bahasanya juga baik, tidak membuat pembaca bingung. Pendeskripsian latar juga baik walau kadang terlalu banyak pendefinisian, membuat saya sedikit agak bosan dan langsung mengskip deskripsinya hehe tapi tetap bagus.

Oh, dan saya suka kalimat-kalimat yang diucapkan Ragga dalam novel ini. They are some kind of good quotes, hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar